Tari Sebimbing Sekundang
Tari
ini merupakan tari tradisional masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ulu yang
ditampilkan dalam penyambutan tamu-tamu kehormatan yang berkunjung di daerah
ini. Tarian ini diperagakan baik di dalam gedung maupun di tempat terbuka yang
dilakukan oleh 9 penari, 1 orang puteri pembawa tepak, 2 orang pembawa
rempah-rempah, 1 orang pembawa payung agung dan 2 orang pengawal.
Tepak atau Pengasan merupakan sarana utama tarian ini yang berisikan beberapa lembar daun sirih segar dan beberapa lipat daun sirih yang telah diracik dengan getah gambir sehingga siap disuguhkan kepada tamu kehormatan sebagai tanda penerimaan dan pengakuan masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ulu.
Gerak tarian, pakaian dan musik pengiringnya merupakan perpaduan dari gerak, pakaian dan musik tari-tari tradisional dari berbagai Kecamatan dalam Kabupaten Ogan Komering Ulu sehingga tergambar motto "Bumi Sebimbing Sekundang" yang berarti berjalan seiring dan saling membantu dan melaksanakan sesuatu untuk menggapai keberhasilan.
Tari Kebagh
Tari
Kebagh atau Tari Kebar merupakan tarian adat tertua yang sangat populer di
daerah Besemah sejak zaman dahulu kala. Walau sempat dilarang hingga tahun
1940-an oleh pemerintah kolonial belanda, tarian ini tetap terpelihara dan
diajarkan secara tutun temurun dari generasi ke generasi. Tari Kebagh semakin
terdesak, tenggelam dan sempat menghilang pada masa pendudukan Jepang.
Berdasarkan
cerita lisan dari orang-orang tua, sejarah tarian ini berkaitan dengan Puyang
Serunting Sakti. Dikisahkan, pada suaru acara perkawinan yang sangat meriah dan
turut dihardiri oleh Serunting Sakti dan istrinya diadakanlah ocara
tari-tarian.
Istri
Puyang Serunting Sakti yang konon adalah seorang bidadari, diminta ikut turun
menari. Permintaan ini disetujui istrinya dengan syarat selendang miliknya yang
dirampas dan disembunyikan oleh Puyang Serunting Sakti dikembalikan padanya
untuk dipakai menari.
Karena
terus didesak banyak orang, akhirnya dengan berat hati, Puyang Serunting Sakti
mengizinkan istrinya menari dengan selendang yang diambilnya pada masa lalu.
Selendang tersebut disembunyikan di dalam ruas bambu yang lazim disebut tepang.
Maka
menarilah istyri Puyang Serunting Saksti dengna lemah gemulai. Kecantikan dan
kemahirannya menari membuat semua mata terpana. Hingga tanpa disadari oleh
semua orang, istri Puyang Serunting Sakti tak lagi menginjak bumi,
melayang-layang, semakin tinggi hingga menuju ke kayangan, negeri asalnya.
Tari Tanggai
Tari tepak atau
tari tanggai yang biasa digelarkan untuk menyambut tamu-tamu terhormat. Tarian
ini memiliki persamaan dengan tari Gending Sriwijaya. Perbedaannya pada jumlah
penari dan busananya. Tari tepak atau tanggai dibawakan oleh 5 penari sedangkan
tari Gending Sriwijaya 9 penari. Busana penari tepak atau tanggai ini tidak
selengkap busana dan asesoris penari Gending.
Kelenturan
gerak dan lentiknya jemari penari menunjukan betapa tulusnya tuan rumah
memberikan penghormatan kepada tamu. Perpaduan gerak gemulai penari dengan
harmoni lagu pengiring yang berjudul enam bersaudara melambangkan keharmonisan
hidup masyarakat Palembang.
Tari Tanggai
sering dipergunakan dalam acara pernikahan masyarakat Sumatera Selatan,
acara-acara resmi organisasi dan pergelaran seni di sekolah-sekolah.
Sanggar-sanggar seni di kota Palembang banyak yang menyediakan jasa pergelaran
tarian tanggai ini, lengkap dengan kemewahan pakaian adat Sumatera Selatan.
Dahulu
tarian ini pulalah yang selalu disajikan kepada tamu-tamu raja kerajaan
Sriwijaya. Tidak hanya pada acara perkawinan saja, disetiap acarapun tarian ini
sering dilakukan.
Tari
ini merupakan perpaduan antara gerak yang gemulai dengan busana khas daerah.
Tarian ini menggambarkan masyarakat Palembang yang ramah dan menghormati,
menghargai serta menyayangi tamu yang berkunjung ke daerahnya.
Tari Gending Sriwijaya
Tari
Gending Sriwijaya berasal dari Kota Palembang. Tarian ini digelar untuk
menyambut para tamu istimewa yang bekunjung ke daerah tersebut, seperti kepala
negara Republik Indonesia, menteri kabinet, kepala negara / pemerintahan negara
sahabat, duta-duta besar atau yang dianggap setara dengan itu.
Untuk
menyambut para tamu agung itu digelar suatu tarian tradisional yang salah satunya
adalah Gending Sriwijaya, tarian ini berasal dari masa kejayaan kemaharajaan
Sriwijaya di Kota Palembang yang mencerminkan sikap tuan rumah yang ramah,
gembira dan bahagia, tulus dan terbuka terhadap tamu yang istimewa itu.
Tarian
Gending Sriwijaya digelarkan 9 penari muda dan cantik-cantik yang berbusana
Adat Aesan Gede, Selendang Mantri, paksangkong, Dodot dan Tanggai. Mereka
merupakan penari inti yang dikawal dua penari lainnya membawa payung dan
tombak. Sedang di belakang sekali adalah penyanyi Gending Sriwijaya. Namun saat
ini peran penyanyi dan musik pengiring ini sudah lebih banyak digantikan tape
recorder. Dalam bentuk aslinya musik pengiring ini terdiri dari gamelan dan
gong. Sedang peran pengawal kadang-kadang ditiadakan, terutama apabila tarian
itu dipertunjukkan dalam gedung atau panggung tertutup. Penari paling depan
membawa tepak sebagai Sekapur Sirih untuk dipersembahkan kepada tamu istimewa
yang datang, diiringi dua penari yang membawa pridon terbuat dari kuningan.
Persembahan Sekapur Sirih ini menurut aslinya hanya dilakukan oleh putri raja,
sultan, atau bangsawan. Pembawa pridon biasanya adalah sahabat akrab atau inang
pengasuh sang putri. Demikianlah pula penari-penari lainnya.
Gending
Sriwijaya merupakan lagu dan tarian tradisional masyarakat Kota Palembang,
Sumatera Selatan. Melodi lagu Gending Sriwijaya diperdengarkan untuk mengiringi
Tari Gending Sriwijaya. Baik lagu maupun tarian ini menggambarkan keluhuran
budaya, kejayaan, dan keagungan kemaharajaan Sriwijaya yang pernah berjaya
mempersatukan wilayah Barat Nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar